Mungkin, Hal yang paling menarik dalam The Last Stand
sendiri bukanlah untuk melihat bagaimana seorang Arnold Schwarzenegger
yang telah berusia 65 tahun harus beraksi melawan siapapun yang harus
dilawannya dalam jalan cerita film ini. Film ini lebih layak disaksikan
untuk melihat bagaimana sutradara asal Korea Selatan, Kim Ji-woon (I Saw the Devil,
2010), menangani film Hollywood perdananya. Sejujurnya, atmosfer
penyutradaraan Kim masih dapat dirasakan di banyak adegan di film ini.
Namun sayangnya, tidak seperti kebanyakan film yang ia arahkan
terdahulu, kali ini Kim tidak mendapatkan dukungan sebuah naskah cerita
yang kuat. Hasilnya, kekuatan pengarahan cerita Kim jelas terasa seperti
terjebak di tengah-tengah deretan adegan dan karakter klise yang
terbiasa hadir dalam sebuah film aksi. Welcome to Hollywood, Kim!
Berlatar
belakang lokasi di sebuah kota kecil bernama Summerton Junction yang
terletak di Arizona, Amerika Serikat dan berbatasan langsung dengan
negara Meksiko, The Last Stand mengisahkan mengenai kehidupan
Sheriff Ray Owens (Schwarzenegger) dalam
menjaga keamanan kota tersebut.
Bukan tugas yang sulit sebenarnya mengingat Summerton Junction bukanlah
sebuah kota yang padat penduduk maupun aktivitas harian warganya. Pun
begitu, dalam kesehariannya, sang sherif dibantu oleh beberapa rekan
polisi lainnya: seorang polisi muda yang minim pengalaman, Deputy Jerry
Bailey (Zach Gilford), satu-satunya polisi wanita dalam kesatuan
tersebut, Deputy Sarah Torrance (Jaimie Alexander) serta seorang anggota
kepolisian senior namun dengan kemampuan yang tidak lebih dari dua
rekan mudanya, Deputy Mike Figuerola (Luis Guzmán).
Ketenangan kota tersebut suatu hari
terganggu dengan ditemukannya mayat salah seorang warga yang diduga
tewas akibat pembunuhan. Tidak lama berselang, Sheriff Ray Owens juga
menerima telepon dari seorang agen Federal Bureau Investigation, Agent
John Bannister (Forest Whitaker), yang menyatakan bahwa seorang
narapidana berbahaya, Gabriel Cortez (Eduardo Noriega), telah kabur dari
tahanan mereka dan saat ini sedang menuju Summerton Junction untuk
melintas ke Meksiko. Agen FBI itu sendiri menyatakan bahwa sang sherif
tidak perlu melakukan apapun, karena pasukannya sedang menuju daerah
tersebut. Namun, Sheriff Ray Owens sendiri menduga bahwa kematian
warganya memiliki hubungan dengan pelarian sang narapidana. Karenanya,
sang sherif mulai menyusun rencana untuk mencegah pelarian sang
narapidana lebih jauh.
Mereka yang pernah menyaksikan atau bahkan menggemari karya-karya Kim Ji-woon seperti A Tale of Two Sisters (2003), The Good, The Bad, The Weird maupun I Saw the Devil pasti akan masih mampu merasakan atmosfer pengarahan Kim di berbagai sudut penceritaan The Last Stand,
khususnya ketika jalan cerita film ini menyajikan adegan-adegan
bernuansa kekerasan yang dipenuhi darah maupun potongan-potongan tubuh
manusia. Dan harus diakui, gaya penyutradaraan Kim tersebutlah – yang
juga hadir dengan dialog maupun adegan beraroma black comedy khas Kim – yang membuat The Last Stand mampu tampil menghibur secara maksimal. Ketika film ini menyajikan adegan-adegan kekerasannya, disitu pula The Last Stand berhasil tampil prima.
Sayangnya, itulah satu-satunya poin keunggulan The Last Stand.
Lebih dari itu, film ini hanyalah mampu tampil sebagai sebuah film aksi
yang sepertinya memang sengaja untuk memberikan ruang bagi Arnold
Schwarzenegger dalam melakukan aksinya. Naskah cerita jelas merupakan
kelemahan terbesar film ini. Penulis naskah, Andrew Knauer, sepertinya
hanya mencampuradukkan berbagai plot klise film-film aksi Hollywood
dalam menyusun deretan cerita The Last Stand. Hal yang sama juga
dapat ditemukan pada penulisan karakter-karakter yang hadir di sepanjang
penceritaan film. Seluruh karakter hanya hadir untuk melakukan tugasnya
– sang pemimpin kelompok, sang penjahat utama, sang tangan kanan
penjahat, para pendamping sang pemimpin yang hadir dengan kemampuan yang
lemah dan sebagainya – dan tidak pernah mampu diberikan penggalian
cerita yang lebih mendalam lagi.
Sebagian orang mungkin akan berargumen bahwa The Last Stand adalah sebuah film aksi tipikal yang selalu dibintangi oleh Schwarzenegger. Sayangnya, The Last Stand
tidak memiliki elemen menyenangkan seperti yang selalu terdapat dalam
film-film Schwarzenegger lainnya. Ia bahkan terlihat telah terlalu tua
dan lelah untuk sebuah peran yang sepertinya memang telah dimodifikasi
untuk dapat ia perankan. Tidak ada yang istimewa dalam penampilan
jajaran pengisi departemen akting lainnya, walaupun harus diakui bahwa
penampilan mereka tidak mengecewakan dan cukup solid sebagai sebuah
susunan departemen akting.
Jelas cukup disayangkan untuk melihat
debut penyutradaraan Hollywood Kim Ji-woon harus hadir dengan kualitas
seperti yang ditampilkan pada The Last Stand. Bukan bermaksud menyatakan bahwa film ini berkualitas buruk, namun The Last Stand
jelas merupakan sebuah film aksi tipikal Hollywood dengan naskah cerita
yang klise dan deretan karakter yang dangkal – jauh dari kualitas
film-film Kim yang biasanya selalu hadir dengan jalan cerita yang mampu
mengguncang jalan pemikiran setiap penontonnya. The Last Stand masih mampu tampil menghibur, khususnya berkat kemampuan Kim dalam menata setiap adegan aksi film ini. Selain itu… The Last Stand sepertinya tidak akan mampu memberikan apapun bagi mereka yang berharap lebih dari film ini.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.