Disutradarai oleh Jon M. Chu (Justin Bieber: Never Say Never,
2011) – yang menggantikan sutradara di seri sebelumnya, Stephen Sommers
– atas naskah cerita yang ditulis oleh Rhett Reese dan Paul Wernick (Zombieland, 2009), G.I. Joe: Retaliation berkisah pada latar belakang waktu beberapa bulan setelah deretan kejadian yang digambarkan pada G.I. Joe: The Rise of Cobra
(2009). Kini, G.I. Joe dipimpin oleh Duke (Channing Tatum) yang
mengendalikan pasukan tersebut bersama sahabatnya, Roadblock (Dwayne
Johnson), serta beberapa prajurit terlatih seperti Flint (D.J. Cotrona)
dan Lady Jaye (Adrianne Palicki). Oleh pemerintah Amerika Serikat, G.I. Joe terus dipercaya sebagai pasukan penjaga perdamaian yang selalu dapat
diandalkan untuk melakukan tugas-tugas negara. Namun, sebuah
pengkhianatan besar siap untuk menghancurkan mereka.
Dengan
mengambil wujud sebagai Presiden Amerika Serikat (Jonathan Pryce), musuh
bebuyutan pasukan G.I. Joe, Zartan (Arnold Vosloo), menuduh pasukan
tersebut sebagai pengkhianat dan bahwa mereka telah menuri perlengkapan
senjata nuklir milik
negara Pakistan. Tidak cukup sampai disitu, Zartan
juga memerintahkan agar seluruh pasukan G.I. Joe dimusnahkan
keberadaannya. Dengan bantuan Firefly (Ray Stevenson), Zartan kemudian
membebaskan Cobra Commander dan mulai menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan dunia. Layaknya tindakan yang diambil oleh setiap pahlawan,
kelompok G.I. Joe jelas tidak akan menyerah begitu saja. Mengumpulkan
bala bantuan dari orang-orang kepercayaan mereka, pasukan G.I. Joe mulai
melakukan perlawanan terhadap Cobra Commander sekaligus berusaha untuk
memulihkan nama baik mereka.
Sejujurnya… tidak banyak yang dapat diungkapkan dari jalan penceritaan G.I. Joe: Retaliation. Well… memang benar, G.I. Joe: Retaliation
mungkin hanyalah sebuah film aksi yang seharusnya tidak diharapkan
untuk menghantarkan lebih dari sekedar deretan adegan aksi yang
bernuansa kekerasan dan dipenuhi darah. Sayangnya… bahkan jika dinilai
hanya dari sekedar penampilan adegan aksi dan kekerasan, G.I. Joe: Retaliation gagal untuk menyajikan sesuatu yang baru maupun menarik kepada penontonnya. Benar bahwa G.I. Joe: Retaliation mampu menghadirkan adegan aksi yang lebih banyak dan jauh lebih spektakuler daripada G.I. Joe: The Rise of Cobra. Namun pengolahan Jon M. Chu terhadap adegan-adegan yang seharusnya menjadi sajian utama G.I. Joe: Retaliation tersebut terasa begitu datar dan monoton.
Selain lemah dari sisi pembangunan dialog
serta plot penceritaan, naskah cerita arahan Rhett Reese dan Paul
Wernick juga gagal memberikan penggalian yang kuat terhadap
karakter-karakter yang hadir dalam jalan cerita film ini. Berbeda dengan
seri terdahulu yang menghabiskan cukup banyak waktu untuk
memperkenalkan setiap karakter, G.I. Joe: Retaliation terkesan
hanya sembarang menghadirkan deretan karakter di dalam jalan cerita
tanpa pernah sekalipun berminat untuk menyajikan latar belakang maupun
informasi yang lebih mendalam tentang karakter tersebut. Lihat bagaimana
karakter Lady Jaye dan Flint yang memiliki porsi penceritaan yang
lumayan namun tidak pernah mendapatkan penggalian karakter yang kuat.
Lebih parah lagi, karakter-karakter seperti Snake Eyes, Jinx dan Storm
Shadow justru selalu terasa membingungkan kehadirannya. Tak heran jika
tidak ada satupun karakter dalam film ini yang mampu membuat penonton
merasa terikat dan peduli pada perkembangan kisah mereka.
Karakter-karakter yang dangkal jelas
memberikan batasan yang cukup kuat bagi para jajaran pemeran film ini
untuk mampu menghidupkan karakter yang mereka perankan. Pun begitu,
harus diakui bahwa nama-nama seperti Adrienne Palicki, D.J. Cotrona dan
Ray Stevenson mampu memberikan penampilan yang menyegarkan disamping
penampilan Dwayne Johnson yang, seperti biasa, terlihat begitu kuat
ketika berada dalam jalur cerita film yang bernuansa aksi. Sementara
itu, Bruce Willis sepertinya hadir hanya untuk memberikan warna tambahan
bagi jalan cerita film ini – meskipun tidak pernah terasa esensial.
Tidak buruk, khususnya jika dibandingkan dengan penampilan RZA yang
justru terasa sebagai guyonan kehadirannya. Kualitas tata produksi film
ini juga tidak mengecewakan. Setidaknya G.I. Joe: Retaliation
masih mampu menyajikan pengalaman audio visual yang lumayan unggul dalam
upaya untuk meningkatkan intensitas ketegangan cerita yang terlanjur
berjalan datar semenjak awal.
Pernyataan bahwa G.I. Joe: Retaliation
adalah sebuah film aksi yang memang dikemas murni sebagai hiburan
belaka jelas bukanlah sebuah alasan yang dapat diajukan atas mengapa
film ini hadir dalam kualitas penceritaan yang begitu menyedihkan.
Naskah cerita arahan Rhett Reese dan Paul Wernick terasa bagaikan sebuah
rangkaian plot cerita aksi medioker yang gagal untuk dikembangkan
menjadi presentasi kisah yang menarik. G.I. Joe: Retaliation
semakin terasa lemah berkat ketidakmampuan Jon M. Chu untuk menghadirkan
ritme penceritaan yang lebih kuat dengan dukungan adegan aksi yang jauh
dari kesan spektakuler. Beberapa penampilan pemeran dan tampilan visual
film ini mungkin masih mampu menghibur, namun secara keseluruhan, G.I. Joe: Retaliation terasa bagaikan sebuah perjalanan panjang yang begitu membosankan.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.