Dengan naskah cerita yang ditulis oleh
Joseph Kosinski, Karl Gajdusek dan Michael Arndt berdasarkan novel
grafis berjudul sama karya Joseph Kosinski dan Arvid Nelson, Oblivion
berlatar belakang lokasi di Bumi pada tahun 2077, 60 tahun setelah
terjadinya sebuah invasi makhluk luar angkasa yang menghancurkan Bulan
serta hampir meluluhlantakkan seluruh penjuru Bumi. Semenjak terjadinya
tragedi tersebut, umat manusia kini telah menemukan rumah barunya di
satelit terbesar pada planet Saturnus, Titan. Jack Harper (Tom Cruise)
dan Victoria Olsen (Andrea Riseborough) adalah dua prajurit manusia yang
hingga saat ini masih bertinggal di Bumi dan bertugas untuk merawat
deretan mesin-mesin otomatis yang berfungsi untuk menghancurkan sisa
makhluk luar angkasa yang masih bersembunyi di berbagai sudut Bumi.
Walau
memiliki hubungan yang lebih dari sekedar rekan kerja, Jack dan Victoria
memiliki kepribadian yang saling bertolak belakang. Victoria adalah
seorang wanita dengan sosok yang dingin, patuh pada berbagai peraturan
yang ditetapkan oleh pimpinan militernya,
Sally (Melissa Leo), dan berfokus penuh pada pekerjaan yang diberikan padanya agar ia dapat segera bergabung dengan umat manusia lainnya di Titan. Sementara itu, Jack masih belum dapat melupakan kehidupannya di Bumi: dalam setiap mimpinya, ia masih dihantui oleh sosok seorang wanita dari masa lalunya (Olga Kurylenko) dan hampir di setiap hari ia bekerja, Jack mengumpulkan berbagai barang yang menurutnya memiliki sisi sentimental atas kenangan Bumi di saat-saat damai terdahulu. Kegemarannya untuk mengumpulkan berbagai benda tersebutlah yang kemudian mengarahkan Jack untuk menemukan sebuah hal penting yang dapat mempengaruhi kehidupan umat manusia di masa yang akan datang.
Sally (Melissa Leo), dan berfokus penuh pada pekerjaan yang diberikan padanya agar ia dapat segera bergabung dengan umat manusia lainnya di Titan. Sementara itu, Jack masih belum dapat melupakan kehidupannya di Bumi: dalam setiap mimpinya, ia masih dihantui oleh sosok seorang wanita dari masa lalunya (Olga Kurylenko) dan hampir di setiap hari ia bekerja, Jack mengumpulkan berbagai barang yang menurutnya memiliki sisi sentimental atas kenangan Bumi di saat-saat damai terdahulu. Kegemarannya untuk mengumpulkan berbagai benda tersebutlah yang kemudian mengarahkan Jack untuk menemukan sebuah hal penting yang dapat mempengaruhi kehidupan umat manusia di masa yang akan datang.
Well… senada dengan Tron: Legacy (2010), Oblivion
membuktikan bahwa sutradara Joseph Kosinski adalah seseorang yang
memiliki visi sangat kuat terhadap tema penceritaan yang berkaitan
dengan masa depan. Kosinski mampu secara detil menggambarkan berbagai
obyek berdesain futuristik yang ia butuhkan untuk meyakinkan setiap
penonton bahwa mereka sedang berada di sebuah era yang terletak jauh di
depan dari era yang sedang mereka jalani sekarang. Dengan bantuan tata
sinematografi dari Claudio Miranda dan iringan musik arahan dari Anthony
Gonzalez dan Joseph Trapanese – yang menghasilkan tata musik yang
terdengar seperti versi elektronik dari karya Hans Zimmer, Kosinski
mampu merancang Oblivion menjadi sebuah sajian futuristik dengan kualitas tata produksi yang sangat meyakinkan.
Sebaliknya, sama sekali tidak ada kesan futuristik yang hadir dari naskah cerita Oblivion yang diarahkan Kosinski bersama Karl Gajdusek dan Michael Arndt. Di sepanjang 124 menit presentasi ceritanya, Oblivion
tampil dengan plot maupun konflik yang terkesan familiar dan pernah
dihadirkan oleh banyak film fiksi ilmiah yang telah dirilis sebelumnya.
Apakah hal tersebut berarti Oblivion memiliki struktur cerita
yang buruk atau cenderung klise? Tidak juga. Sama sekali tidak ada
masalah ketika sebuah film masih menghadirkan formula penceritaan yang
familiar. Namun, kefamiliaran jalan cerita Oblivion terasa semu ketika film ini gagal menghadirkan karakter-karakter dengan pengisahan yang menarik.
Karakter-karakter yang dihadirkan dalam jalan cerita Oblivion
terkesan dihadirkan hanya untuk menjalankan fungsinya masing-masing:
sang pahlawan, sang pembawa pesan yang sebenarnya, sang lawan yang
menyamar sebagai teman dan dua love interest yang saling bertolak
belakang kepribadiannya. Deretan karakter tersebut semakin terlihat
datar ketika Kosinski kurang mampu menggali kehadiran mereka untuk
meningkatkan kekuatan emosional cerita – motivasi yang terlihat kurang,
hasrat cinta antar karakter yang terlalu dangkal hingga elemen
perjuangan untuk kebebasan yang tergambar terlalu dangkal. Sekali lagi,
senada dengan Tron: Legacy, Oblivion membuktikan bahwa
Kosinski masih terkesan kaku dalam mengarahkan karakter-karakter yang
ada di dalam jalan ceritanya. Karakter-karakter yang ada di dalam jalan
cerita Oblivion terkesan begitu dingin dan jauh dari humanis –
termasuk karakter Jack Harper yang seharusnya mampu menghadirkan ikatan
emosional dengan para penonton dan membuat mereka peduli dengan apa yang
terjadi pada karakter tersebut.
Pun begitu, karakter-karakter yang hadir
dengan kesan kurang menarik tersebut setidaknya masih mampu dihidupkan
dengan layak oleh para jajaran pemerannya. Meskipun telah berulang kali
berada pada posisi peran yang sama, Tom Cruise tetap berhasil memberikan
kharisma karakter unggulan yang kuat pada karakter Jack Harper –
meskipun chemistry yang dihadirkannya dengan Olga Kurylenko masih
terasa kurang meyakinkan. Penampilan Andrea Riseborough juga seringkali
mencuri perhatian lewat karakternya, Victoria Olsen, yang digambarkan
sebagai sosok wanita perfeksionis yang dingin. Dan walau dengan porsi
penceritaan yang terbatas, Melissa Leo dan Morgan Freeman – yang kembali
tampil bersama setelah Olympus Has Fallen (2013), mampu memberikan kesan yang kuat pada karakter yang mereka perankan.
Oblivion bukan terkesan lemah
karena jalan ceritanya yang terasa bagaikan ramuan berbagai formula
film-film fiksi ilmiah yang pernah dihadirkan sebelumnya. Oblivion justru tampil kurang kuat akibat ketidakmampuan Joseph Kosinski dalam mengeksekusi jalan cerita tersebut. Hasilnya, meskipun Oblivion tampil unggul dalam penataan tampilan produksi yang begitu kuat dan cermat, jalan cerita Oblivion
justru tampil dingin serta disampaikan terlalu lamban dan sedikit
bertele-tele untuk dapat meraih perhatian penuh penontonnya. Bukan
sebuah presentasi yang buruk, namun Oblivion jelas dapat tampil lebih prima jika Kosinski berhasil mengarahkan cerita dan karakter-karakternya lebih mendalam lagi.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.
JIKA ANDA TELAH SELESAI MEMBACA ARTIKEL INI, DIMOHON KLIK IKLAN DIBAWAH INI, UNTUK MEMBANTU PEMBIAYAAN BLOG. TERIMA KASIH.