Setelah Rudi Soedjarwo (Kambing Jantan, 2009) dan Fajar
Nugros (Cinta Brontosaurus, 2013), kini giliran Salman Aristo yang mencoba
untuk mengeksekusi tatanan kisah komedi yang ditulis oleh Raditya Dika. Berbeda
dengan kedua film sebelumnya, Cinta dalam Kardus bukanlah sebuah film yang
diadaptasi dari buku karya Raditya Dika meskipun masih tetap memperbincangkan
deretan problematika cinta yang dihadapi oleh sang karakter utamanya. Dengan
naskah cerita yang ditulis oleh Raditya Dika bersama dengan Salman Aristo yang sebelumnya juga pernah bekerjasama dalam menuliskan naskah cerita Kambing
Jantan, Cinta dalam Kardus berusaha menghadirkan sebuah sajian komedi
eksperimental dimana sang karakter utamanya secara konstan berbicara kepada
penonton melalui kamera sembari terus menggulirkan kisah-kisahnya. Jelas bukan
sebuah penuturan komedi yang biasa untuk penonton Indonesia, namun harus
diakui, mampu tergarap baik di tangan Salman Aristo dan Raditya Dika.
Menggunakan karakter-karakter yang sebelumnya telah hadir dalam serial televisi komedi karya Raditya Dika, Malam Minggu Miko, Cinta DalamKardus memulai kisahnya dengan kegalauan hati yang dialami oleh seorang pemuda bernama Miko (Raditya Dika) akibat hubungan asmaranya yang sedang bermasalah dengan Putri (Anizabella Lesmana). Walaupun sang sahabat, Rian (Ryan Adriandhy), telah melarangnya, namun Miko kemudian memutuskan untuk mencoba tampil dalam sebuah pagelaran standup comedy di sebuah kafe guna melupakan segala kegalauan hatinya. Keputusan buruk. Daripada mampu menghibur penonton dengan deretan guyonan yang telah ia siapkan, Miko justru bercerita tentang gadis-gadis yang dahulu pernah dekat dengannya dan barang-barang peninggalannya kini ia simpan dalam sebuah kardus. Namun, di saat yang bersamaan, Miko secara perlahan mulai belajar mengenai berbagai arti cinta yang selama ini bertentangan dengan kepercayaannya.
Gaya komedi Raditya Dika memang harus diakui berbeda dengan
gaya komedi yang populer bagi penonton Indonesia – gaya komedi yang seringkali
memanfaatkan kelemahan fisik orang lain, menggunakan kekerasan dan mewarnainya
dengan tampilan gadis-gadis cantik berpakaian minim. Komedi a la Raditya Dika,
seperti yang sering diungkapkannya, dipengaruhi secara cukup signifikan oleh
tatanan komedi yang sering dihantarkan oleh Woody Allen: menggunakan
dialog-dialog unik dan terdengar nyeleneh, penuh dengan referensi pop culture
yang kental, karakter utama yang terkesan canggung namun tetap mengandalkan
linimasa penceritaan beratmosfer romansa yang begitu kuat. Cinta Brontosaurus
juga berusaha menghadirkan atmosfer komedi Woody Allen tersebut – namun gagal
akibat eksekusi naskah cerita yang terlalu dangkal. Dengan bantuan Salman
Aristo, Raditya Dika mampu mengeksplorasi lebih dalam naskah cerita yang ia
tulis dan sebenarnya masih berbicara di wilayah penceritaan yang sama sehingga
menjadi sebuah presentasi yang benar-benar cerdas sekaligus menghibur.
Keberhasilan paling utama dari Cinta dalam Kardus adalah
bagaimana film ini mampu membawa para penontonnya pada perjalanan hati sang
karakter utama – yang pada awalnya terkesan begitu sinis terhadap cinta namun
secara perlahan mulai mengubah pandangannya akibat berbagai temuan dan
interaksi yang ia jalin di sepanjang penampilannya. Keberhasilan tersebut jelas
berhasil tercapai akibat kecerdasan Raditya Dika dan Salman Aristo dalam
menggarap setiap karakter yang hadir dalam jalan penceritaan film ini. Karakter
Miko yang terkesan datar di awal film, secara perlahan mulai terisi
karakterisasinya dengan baik berkat dukungan kehadiran karakter-karakter lain
yang berinteraksi dengannya. Potongan-potongan kisah asmara gagal Miko yang
ditampilkan juga tidak hanya mampu menghadirkan sajian komedi yang lugas, namun
juga menjadi sarana penggalian sekaligus pendalaman mengenai siapa karakter
Miko yang sesungguhnya.
Eksperimen yang dilakukan oleh Raditya Dika dan Salman
Aristo sendiri tidak hanya berhenti dari cara mereka menghadirkan jalan cerita
Cinta dalam Kardus. Secara cerdas, keduanya lantas juga menjadikan kardus
sebagai bagian penting dari film – dengan menggunakannya sebagai pembentuk
properti yang ditampilkan dalam berbagai adegan percintaan di masa lalu milik karakter
Miko. Aliran emosi juga semakin mampu tereksplorasi dengan baik berkat
kehadiran tata musik arahan Andhika Triyadi – yang harus diakui selalu
terdengar cemerlang dalam menggarap film-film bernuansa romansa. Sebuah sajian
lagu berjudul You and I milik Endah N Rhesa yang tampil di pertengahan cerita
juga menjadi sebuah titik tinggi sendiri
dalam aliran emosional dari jalan cerita Cinta dalam Kardus.
Meskipun kali ini menggunakan nama Miko, Raditya Dika
sendiri masih hadir dalam karakter yang serupa dengan dua film yang pernah ia
perankan sebelumnya. Bukan sebuah masalah besar, khususnya mengingat bahwa
jalan cerita Cinta dalam Kardus mampu memanfaatkan kecanggungan yang selalu ada
dalam setiap karakter yang diperankan oleh Raditya Dika secara maksimal.
Karakter-karakter pendukung yang hadir harus diakui memang tidak mendapatkan
porsi penceritaan yang dapat membuat setiap pemerannya mampu menampilkan
penampilan akting yang mendalam. Pun begitu, nama-nama seperti Anizabella
Lesmana, Dahlia Poland, Fauzan Nasrul dan Lukman Sardi mampu memberikan
penampilan singkat yang cukup mencuri perhatian.
Jelas adalah sangat menyegarkan untuk menyaksikan sebuah
sajian komedi yang tidak hanya berpaku pada pakem-pakem lama yang biasanya
selalu tersaji dalam presentasi komedi Indonesia. Dalam Cinta dalam Kardus,
Raditya Dika dan Salman Aristo berhasil menggarap secara cerdas tema
penceritaan yang sebenarnya telah terlalu sering ditampilkan dalam dunia
Raditya Dika sehingga mampu menjadi sebuah sajian yang tidak hanya berhasil
tampil lucu dan menghibur, namun juga bergerak secara aktif dalam menyentuh
sisi emosional setiap penontonnya. Dukungan kreativitas yang begitu tinggi
dalam penyajian desain produksi, tata musik sekaligus penampilan para pemeran
pendukung juga semakin membuat Cinta dalam Kardus tampil semakin kuat. Unik,
cerdas serta tidak melupakan sentuhan sisi emosional, Cinta dalam Kardus adalah
sajian komedi terbaik yang pernah hadir di industri film Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir.